JAKARTA, 9 Desember 2025 – Yayasan Gastroenterologi Indonesia (YGI) bersama Kementerian Kesehatan RI dan PT Takeda Indonesia menggelar edukasi media bertajuk “Kenali IBD (Inflammatory Bowel Disease): Penyakit Radang Usus yang Perlu Diperhatikan”. Kegiatan ini menjadi bagian dari peringatan Pekan Kesadaran Kolitis Ulseratif dan Penyakit Crohn yang diperingati setiap 1–7 Desember.
IBD merupakan peradangan kronis pada saluran cerna yang terbagi menjadi Kolitis Ulseratif dan Penyakit Crohn. Gejala yang kerap muncul antara lain diare berkepanjangan, nyeri dan kram perut, penurunan berat badan tanpa sebab, demam, BAB berdarah, serta mudah lelah. Kondisi ini sering terlambat terdiagnosis karena dianggap sebagai gangguan pencernaan biasa.
Ketua YGI, Prof. dr. H. Abdul Aziz Rani, SpPD, K-GEH, menegaskan masih banyak pasien datang dalam kondisi lanjut akibat kurangnya kewaspadaan terhadap gejala awal. Menurutnya, YGI berperan mendampingi pasien sekaligus menjadi jembatan informasi agar masyarakat lebih peduli terhadap tanda-tanda IBD yang sering diabaikan.
Direktur Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan RI, dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid., menyampaikan bahwa tren kasus IBD di Indonesia mulai meningkat seiring perubahan gaya hidup. Pemerintah, kata dia, terus memperkuat fasilitas kesehatan dalam hal diagnosis serta memastikan akses layanan yang tepat melalui kolaborasi lintas sektor guna mengurangi stigma terhadap penyakit ini.
Sementara itu, Prof. Dr. dr. Ari Fahrial Syam, SpPD, K-GEH, menekankan pentingnya deteksi dini untuk mencegah komplikasi berat. Ia menjelaskan bahwa saat ini berbagai pilihan terapi telah tersedia di Indonesia, termasuk terapi biologis yang membantu mengendalikan peradangan secara terarah sehingga pasien tetap dapat mempertahankan kualitas hidup yang baik.
Dari sisi pasien, pejuang IBD Steven Tafianoto Wong menyatakan bahwa penderita IBD tetap bisa produktif meski harus menyesuaikan pola makan dan ritme kerja. Menurutnya, disiplin menjalani pengobatan dan mengikuti anjuran dokter menjadi kunci, sekaligus memberi harapan agar pasien lain tidak merasa sendiri menghadapi kondisi ini.
Head of PT Takeda Indonesia, Ulya Himmawati, menambahkan bahwa prevalensi IBD meningkat signifikan di kawasan Asia. Takeda berkomitmen menjadi mitra jangka panjang melalui penyediaan obat-obatan inovatif dan edukasi berkelanjutan agar pasien memperoleh penanganan yang tepat waktu.
Apabila tidak ditangani dengan baik, IBD dapat berdampak besar pada kualitas hidup, mengganggu aktivitas sehari-hari seperti bekerja dan bersekolah, serta memengaruhi kondisi psikologis akibat pembatasan diet dan kebutuhan untuk selalu dekat dengan fasilitas toilet.
